Powered By Blogger

Senin, 20 Agustus 2012

Salam Mahardhika

 
ISTIMEWANYA KATA MERDEKA.
Awalnya saya ingin mendampingkan kata merdeka dengan kata-kata seperti
bebas/kebebasan (freedom) dan independen. Namun begitu saya mencoba
mencari di mesin pencari milik Om Gugel, saya menemukan sebuah tulisan
menarik.
Selanjutnya saya mengintip dan mengutip tulisan Edy Hermawan di
Kompasiana tertanggal 9 Desember 2011, "Kata Merdeka berasal dari
bahasa sansekerta yaitu Mardika yang berarti pandai, bijaksana, dan
tidak tunduk kepada selain raja maupun Tuhan. Kalau dalam bahasa
melayu yaitu Merdika, artinya bebas dalam fisik, kejiwaan ataupun
politik. Dalam Kitab Nitisastra IV.19 juga tersebut kata
Mahardhika,yaitu sikap seseorang yang telah lepas dari soal
keduniawian.
"
Setelah menemukanya, saya semakin dibawa kagum dengan asal-muasal kata
dalam Bahasa Indonesia. Jadi lebih 'so sweet' saat bisa mengucapkan
dan menulis "Merdeka" atau "Salam Mahardhika" pada setiap perayaan
Hari Besar Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Lebih terasa sebagai
akar Indonesia,tambah lagi filosofis dan mengandung pesan dalam.
Daripada mengucapkan bahkan menulis "Happy Independence Day" di sosial
media atau dimanapun. Beda rasanya bisa merdeka dari mengucapakan
bahasa internasional (yang saya sendiri masih menganggapnya Wah!
/keren).

MERDEKA ATAU MATI.
Siapapun pencetus, peramu, dan penyusun kata-kata dalam Bahasa
Indonesia, saya yakin memiliki budi yang luhur. Begitu juga
orang-orang yang menanamkan didada lalu mengaplikasikannya saat
memperjuangkan KEMERDEKAAN negeri ini.
"MERDEKA atau mati!"
mungkin kalau saya coba (sok tahu) menela'ah maknanya jadi seperti ini:
Lu mau pilih mana : menjadi hamba dunia atau mati saja tanpa usaha.
*** Hamba dunia maksudnya menghambakan diri, dibodohi, dan takluk pada
manusia (penjajah pada masa itu).

MERDEKA HARI INI.
"Katanya Bebas itu... Olweis on" sepenggalan kalimat dalam salahsatu
iklan operator seluler.
Gak akan ada merdeka, rasa bebas, dan independen yang hadir tanpa
sebelumnya diiringi terkekang,ketakutan,dan ketergantungan pada
sesuatu atau seseorang. Sama halnya dengan tak akan tercipta alas kaki
sebelum ada kaki2 telanjang yang terluka ketika berjalan.
Semuanya dari proses berpikir untuk mencari jalan keluar dari situasi
yang salah. Dan hanya manusia yang bijak dan pandai yang berusaha
berpikir lalu berusaha untuk menemukan solusi.
Solusi dari penjajahan,rasa terkekang dan ketergantungan yaitu dengan
menjadi merdeka. Merdeka lahir dari berpikir progresif dan kreatif lalu berbuat dan berkarya.

BERKICAU MERDEKA.
Terimalah sedikit kicauan dari saya tentang Merdeka berikut ini:

Merdeka, bukan hidup santai tapi berusaha meringankan hati selama hidup dan berkarya tanpa beban dan syarat.
Hidup merdeka bukan berarti tidak punya momentum untuk menangis, sakit hati, sedih, marah, grogi, takut dan kikuk.
Hidup merdeka bukan pula senantiasa gembira, tertawa, hura-hura, bertingkah konyol dan bersenda gurau.
Hidup merdeka bukan berarti bertindak subversif, melakukan gibah dan memberontak.
Hidup merdeka itu bebas menyukai siapa saja, namun tetap mencintai 1 orang.
Merdeka untuk cenderung tidak menyukai sesuatu bukan berarti harus membenci dan menjauh.
Merdeka, adalah melekatkan dan meresapi kata itu agar menjadi penghuni ruangan hati. bukan sekedar hanya menjadi pemikiran.





Janji,
Setiap 17-an akan coba ingat mengucapkan MERDEKA! atau SALAM MAHARDIKA! bukan hepi independence dei.





Bekasi, 200812
Desy.

Merdeka dari Mager

-Laziness is nothing more than the habit of resting before you get tired-
Jules Renard








Tiga hari lalu saya merasa kesal karena kepala yayasan sekolah ditempat saya mengajar mewajibkan kepada guru dan karyawan untuk menyelenggarakan upacara bendera, ok saya tau saat itu masih ramadhan. Saya harusnya nggak boleh emosi.

Tapi itulah yang saya rasakan, di saat sekolah-sekolah lain sudah menikmati liburan, disaat murid-murid dan guru di sekolah lain sedang merapikan rumahnya untuk berlebaran (bagi mereka yang merayakanya) saya dan beberapa ratus guru berdiri, memberi hormat pada sang saka merah putih dengan diiringi lagu Indonesia Raya. Menjalankan sermoni tahunan. Bagi saya itu sangat simbolis, buang-buang waktu.

Namun saat sang saka merah putih menuju pada puncak tiang bendera dan obade mengumandangkan Indonesia raya, emosi saya seketika sirna, ingatan kolektif mengenai bagaimana bangsa ini memperjuangkan kemerdekaanya terputar dalam benak. Ya saya tidak mengalami peristiwa itu. Tapi, lagu Indonesia raya yang dinyanyikan dengan sangat apik oleh murid-murid SMP menggetarkan hati saya.

Saya begitu malu, kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pendahulu bangsa yang diproklamirkan dengan sederhana, tanpa dentuman meriam, tanpa kemeriahan pesta membuat saya yang terlahir dalam alam kemerdekaan, mengeluh. Mengeluh untuk berdiri kurang dari sejam.
Kemerdekaan sesungguhnya memang sederhana, Ia merupakan kodrat. Kodrat yang tidak dapat diganggu gugat. Ia sesungguhnya tak harus dicapai dengan jerih payah darah,  ataupun desingan bedil. Ia sudah mengada. Tinggal dinikmati dan dikelola.